Pertanyaan 1
Linda Hartati
Bagaimana cara atau langkah2 meningkatkan peran ibu sebagai agen perubahan?
Jawaban
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Kembali lagi, kita harus memulai perubahan di ranah aktivitas yang mungkin merupakan misi spesifik hidup kita. Kita harus memahami jalan hidup kita ada dimana. Setelah itu baru menggunakan berbagai macam cara menuju sukses. π
Bersabar ya, itu ada di materi matrikulasi berikutnya tentang proses menemukan misi spesifik hidup, dan Ibu sebagai Agen Perubahan. Terus semangat mengikuti ilmu ini setahap demi setahap. π✅
Pertanyaan 2
Nina Yarana Slimiati :
Kelas lanjutan dari matrikulasi adalah kelas bunda sayang yang dilaksanakan selama 1tahun ya teh? Kapan pembukaan pendaftaran kelas bunda sayang ini teh? Apakah setelah matrikulasi b.5 ini langsung di buka pendaftarannya?
Di kelas bunsay dll bahkan dari kelas matrikukasi pun terdapat efek samping yang akan dirasakan oleh keluarga kita, apakah kita perlu membuat list to do sebagai calon ibu profesional? Agar bisa kita review pekerjaan kita?
Apakah pencapaian2 di masing2 kelas perlu kita diskusikan dg suami?
Jawaban
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Sabar ya teh, kita fokuskan dulu pada Matrikulasi setelah Lulus dan selesai Matrikulasi nanti di beritahukan bila ada pengumuman ya ☺
Jurnal sendiri perlu agar kita bisa melihat perubahan,
Diskusi dengan suami atau anggota keluarga sangat di perlukan karena merekalah yang akan menilai kita, nilai yang nyata π✅
Kurniati Sekarsari Dwei Lesmana
Menurut Sekar iyaa, harus didiskusikan dengan suami. Karena dalam berumah tangga sifatnya "A Home Team". Barengan, bukan individual. Anggep aja berbagi ilmu yang suami belum tau. Insyaa Allah bakalan jadi ilmu yang bermanfaat juga. Progress menuju perbaikannya pun insyaa Allah jadi lebih maksimal, bisa saling mengerti melengkapi dan memahamiπ Bisa saling koreksi dan mengingatkan juga satu sama lain bilamana dalam pelaksanaan di lapangan terjadi kekhilafan.
Pertanyaan 3
Engelya Nurannisa Wienduasti S
Banyak sekali kegiatan/acara/seminar iip yang sangat bermanfaat. Dan panitia yang membuat acara itu kan member IIP. Apa semua member iip boleh membuat acara? Atau hanya pengurus saja? Dan cara menjadi pengurus itu di tunjuk,di sleksi atau mengajukan diri.
Jawaban
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Hai teh engelya
Setiap member diberi kesempatan untuk mengajukan kegiatan apa yg mereka butuhkan, beberapa KB/RB/RBB biasanya menuangkannya ketika mengisi form member,
Adapun calon member yang ingin mengadakan acara, bisa berkolaborasi dan bersinergi dengan pengurus kota terkait.π✅
Pertanyaan 4
Siti Fania Mahardika
Kan ada 4 tahapan kelas, nah dari 4 tahapan itu kita memilih sendiri atau nanti dari pusat yang menentukannya? Misalkan A tahapan bunda sayang, B tahapan bunda cekatan? Atau setelah lulus kita bertahap dari bunda sayang ➡ bunda cekatan, dst?
Jawaban
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Hai teh Fania π€
karena ini adalah pijakan, maka idealnya memang berurutan. Untuk perempuan yang sudah berkeluarga maka, pijakannya adalah sebagai berikut :
Bunsay – Buncek – Bunpro – Bunshal
Sedangkan untuk perempuan yang belum berkeluarga atau sudah berkeluarga belum punya anak, maka bisa diubah ke :
Buncek – Bunpro – Bunshal – Bunsay
Program pembelajar IIP dimulai dengan matrikulasi yaitu selama 9 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan kelas bun-bun : bunda sayang, cekatan, produktif, shaleha. Yang direncanakan setiap tahapan bun-bun insyaAllah selama 1 tahun. Sehingga kalau 4 tahapan, kurang lebih selama 4 tahun. π✅
Pertanyaan 5
Arsy Fauziah
Tahapan apa saja yg harus dilalui untuk menemukan dan ngeuh thd misi spesifik kita di muka bumi ini? Hatur nuhun
Jawaban
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Bersabar ya, itu ada di materi matrikulasi berikutnya tentang proses menemukan misi spesifik hidup, dan Ibu sebagai Agen Perubahan. Terus semangat mengikuti ilmu ini setahap demi setahap.π✅
Pertanyaan 6
Restu Ayu Ekatama
Dalam menjalankan proses menjadi ibu profesional tentunya sangat d butuhkan peran suami, bgaimana dengan kondisi suami yang bekerja d luar kota (ldran), karena tidak jarang kondisi ini tidak mendukung untuk melewati proses menjadi ibu profesional tdi, contohnya yang saya rasakan karna tidak ada yang menghedle anak2, jdi jarang ikut jam diskusi , otomatis cara mencari ilmunya jadi kurang maksimal. Ditambah lagi kalo lagi miskom, kdang suka jdi emosian dan krna jauh cara menyelasaikannya juga jdi lbh lama d bnding dengn bertatapan langsung.
Berdasarkan curhatan di atas πππ :
Bagaimana mengajak suami untuk mensukseskan proses yang sedang kita jalani khususnya dlm keadaan ldr
Apakah lebih baik kita membuntuti suami (pindah k kota kerjanya)?agar prosesnya bisa berbarengan, jdi tidak hanyak kita yang profesional, tpi suami jg jd orangtua yang profesional.
Jika memang harus ngikut suami, bagaimana cara untuk meyakinkannya?
Jawaban
Arsy Fauziah
Izin menanggapi teh, tp ini based on pengalaman yaa maaf kalo kurang relevan dulu saya jg pejuang LDM pas kita sama2 lg lanjut sekolah.
1. Pahami kondisi masing2 dulu, kewajiban beliau disana dan kita disini. Tiap hari usahakan ada komunikasi yg bukan texting. Misal nelpon/vcall, biasanya saya cerita tadi disini gini, materinya ini, tantangannya ini, jadi kayaknya bsk gabisa nelpon atau nelponnya jd agak malem gitu2 lah. Atau menurut beliau gimana aplikasikan ilmu yg kita dapet ke anak kita. Diajak diskusi2 ringan gitu mungkin teh.
2. Kalo memungkinkan barengan lebih baik sih teh yg saya rasakan.
3. Golden age anak gakan terulang, ayok kita dampingi bareng πππ
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Nah, tantangannya bagi kita yang berstatus LDR adalah bagaimana caranya gelas-gelas itu tetap terisi meski ada jarak yang memisahkan. Komunikasi produktif-lah yang harus digunakan, berbekal materi kuliah Bunda Sayang Ibu Profesional, inilah beberapa kaidah yang coba terus saya terapkan ketika berkomunikasi produktif dengan suami.
1. Kaidah 2C: Clear and Clarify
Saya sampaikan dengan bahasa yang baik dan jelas (clear), apa yang saya pikirkan, rasakan, dan inginkan. Saya sampaikan sudut pandang saya terhadap suatu hal yang menjadi topik pembicaraan.
Setelah itu, saya meminta suami bergiliran untuk berbicara menurut sudut pandangnya, apa yang dia rasakan, pikirkan, dan inginkan (clarify). Hingga akhirnya kita menemukan poin positif terhadap hal yang kita bicarakan tersebut.
2. Choose the Right Time
Memilih waktu yang tepat untuk berbicara.
Tapi namanya manusia, saya kadang lupa, nafsu berburu ingin segera berbicara hal tertentu pada suami, ingin segera menyampaikan, eh ternyata waktunya tidak pas, suami sedang capek, akhirnya suami malah salah paham.
Komunikasi itu memang skill jadi benar-benar harus diasah agar jam terbangnya tinggi
3. Kaidah 7-38-55
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi.
Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Kalau untuk yang berstatus LDR, poin ini memang agak sulit untuk dilakukan, karena kita tak saling bertatapan langsung. Tapi sekarang terbantu dengan banyaknya aplikasi video call atau bisa dengan mengirimkan emoticon yang sesuai.
Selain itu, jika kita tidak memungkinkan melakukan video call, kita bisa meminimalisirnya dengan menggunakan tata bahasa yang baik saat chatting.
4. Kaidah: I’m responsible for my communication results
Ini poin yang tak kalah pentingnya, bahwa hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.
Jika suami tidak paham atau salah memahami, berarti saya harus cari cara yang lain agar pesan dapat tersampaikan dengan baik. π✅
Pertanyaan 7
Komala Fajarwaty
Bagaimana cara memantaskan diri dgn berbagai ilmu ditengah-tengah kesibukan mengurus anak yg masih batita ? Dimana ketika kita memegang buku, hp atau laptop mereka selalu penasaran. Dan jika datang ke majelis ilmu dirasa kurang fokus menyimak.
Bagaimana cara menemukan misi spesifik hidup kita ? Dan cara penerapannya dalam keluarga.
Jawaban
Eva Tri Novita
Izin menanggapi ya teh. Dulu awal2 Evapun begitu teh. Kadang kalau dtg ke majelis ilmu bkan sibuk nyatet tp sibuk ngejar2 anak π
. Untuk sementara ini solusinya klau belajar atau baca buku biasanya nunggu anak tidur dlu, kalau pegang hp biasanya izin ke suami, jd anak biar main dl sm suami. Nah kalau ke majelis ilmu, biasanya eva siapkan recorder jd slama dsna tetep pantengin kajian nya smbil pegang anak tp ttep di rekam jg jd kalau mlm bisa smbil dengerin dan catet ulang kajian nya
Kalau untuk misi spesifik, biasanya didiskusikan dg suami. Pertama tentu in dlu visi kita kedepan mau ky gmn. Trs biasanya tiap bulan kita rencana in mau ky gimana, dan apa yg perlu diperbaiki
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Gunakan komunikasi produktif dengan anak ya pertama kita Terima dahulu perasaan anak lalu sounding anak bila perlu pinta anak untuk menunggu !
Contoh bila anak ingin gadget yg kita pakai " Nak ingin banget ya main ini ? Ibu ngerti kok, Tapi ibu sedang belajar dulu ya, boleh kasih ibu waktu untuk belajar ?"
The Power of Sounding selalu saya pakai untuk mengontrol anak saat belajar , kemandirian atau aktifitas.
Dan paling penting anak tidak merasa di acuhkan
Untuk visi dan misi bisa dibicarakan dengan suami dgn komunikasi produktif dengan pasangan ya π
Bersabar ya nanti di pandu dan itu ada di materi matrikulasi berikutnya tentang proses menemukan misi spesifik hidup, dan Ibu sebagai Agen Perubahan. Terus semangat mengikuti ilmu ini setahap demi setahap. ππΈ
Tambahan lagi, inget kata2 ibu septi, kan sesungguhnya anak itu mengamati ibunya.
Pertanyaan 8
Eva Tri Novita
Teh, anaknya eva kadang suka susah kalau di sounding begitu pun. Apa emang ada masanya ya teh anak lg ngebet2nya penasaran sm segala hal dan keinginannya keras? Apa hrus diulang terus ya utk sounding ya?
Ada referensinyakah teh utk komunikasi produktif?
Jawaban
Dewi Nita Purnama Sari (Nita)
Gunakan komunikasi yang produktif ya teh , cintai proses membersamai. Dan anak memang harus berulang2 karena itu fitrah belajarnya
Ada di buku Bunda Sayang, dan nanti di tahapan Bunsay belajar ya ππππ»
Fahrian Nur Mabbubah
Bismillah cb menambahkan ya teh, mdh2han membantu :
Mungkin teteh bisa coba
1. Dengan cara mendeskripsikan permasalahan. Misal : " mama sedang membutuhkan hp krn mama mau belajar dengan menggunakan hp ini"
2. Buat komitmen dengan anak kapan saja hp boleh dia mainkan dan berapa menit, tujuannya juga menyiapkan anak agar tidak marah jika hp diambil (krn sdh ada perjanjian sebelumnya).
# singkatnya sih begitu....π
# ππΌ...ini in my humble opinion aja ya teh....π
Closing statement Teh Nita
Ibu yang bekerja di ranah publik bukan berarti termasuk ibu yang tidak bisa menjadi madrasah utama dan pertama anak2nya. Yang penting untuk dipahami adalah quality time yg dibangun dengan ananda dan optimalisasi peran ibu sebagai madrasah anak2. Ibu yang bekerja di ranah publik tetap bisa menyusun kurikulum teknis pendidikan ataupun perkembangan ananda, jadikan asisten sebagai pelaksana tugas harian dari sang ibu. Ajarkan asisten value keluarga bunda..
Ayah, Ibu, dan asisten dapat menjadi tim yang solid dalam memberikan pendidikan dan pengasuhan bagi ananda. Ibu juga memegang peranan penting dalam mengontrol apa-apa yang dipelajari si anak, juga perkembangan ananda. Luruskan apabila ada kesalahan asisten dalam mendidik anak dan pantau perkembangan ananda sesuai dengan milestonenya.
Dan ada Satu lagi titipan Guardian kita teh @Ismi Fauziah
Sedih itu sangat manusiawi dan wajar. Namun kemudian kita harus mengevaluasi, apakah niat dan misi kita bekerja di ranah publik? Seurgent apa bagi keluarga kita. Jawaban akan terpulang pada kondisi keluarga kita sendiri. Jika bekerja diluar merupakan ikhtiar dalam menjemput rizki bagi keluarga dan sifatnya sangat urgent maka bungkus keberangkatan kita bekerja dengan niat mencari rezeki mulia sekaligus meningkatkan jam terbang misi di ranah publik. InsyaAllah kesedihan kita terarah menjadi lebih produktif dan doakan anak anak kita selalu dalam penjagaan Allah ketika kita tidak bersama mereka.
Satu hari 24 jam, bekerja di ranah publik 8-9 jam kerja maka pos waktu berikutnya adalah mengejar ketertinggalan waktu kualitas bersama anak. Pulang kerja harus diniatkan untuk mengisi energi baru membersamai anak anak sambut kegirangannya dengan senyum lebar dan pelukan sehangat mentari, obrolan seharian, dongeng dsb. Tentunya jika ibu butuh waktu untuk menyiapkan diri (mandi, makan) maka mintalah waktu pada anak anak untuk itu, kemudian kembali kepada mereka.
Dalam jelang tidurnya saat kondisi RASA maka bisikkan kalimat positif bahwa bunda mengajak anak anak untuk ikhlas dan berdoa untuk bunda supaya kualitas kerja bunda baik dan efisien sehingga bisa tepat waktu pulang, berikan penguatan kita akan bercengkrama lagi selepas bunda di rumah dan saat weekend adalah saat saat yang amat sangat dinanti. Paginya katakan kepadanya, Nak bersama Opung ya, semangat ya nak, maem yang baik main yang asik jangan lupa istirahat dll nabti sore kita jumpa lagi... dengan lembut dan yakin ..Sehingga bila memungkinkan besok2 jika sudah terbiasa anak anak akan mengantarkan bunda dengan salim hangat, senyuman dab lambaian tangan, bunda hati hati ya, semangat kerjanya, semoga sukses ya Bunda
Terapkan walau anak masih balita dan belum bisa memberikan feedback melalui kalimat. Karena gesturenya dan binar matanya nanti yang akan berbicara.
(Jawaban Fasilitator Mba Nia Nio, Depok, Matrikulasi Batch 2)